Selasa, 20 Agustus 2019

Dari Lagu Bang Meggy Z, Kita Belajar Bagaimana Rasanya tak dianggap

Posted by Wizteguh Nugroos on Agustus 20, 2019 with No comments


Cerita Asal- Diskriminasi itu sangat dekat dengan kita. Sedekat mulut dengan lobang hidungmu.

" Kader ko anake sapa?" kalimat paling sederhana dari bentuk diskriminasi yang mungkin pernah dialami sebagian dari kita.

Sakit? tentu !!. Sangat dahsyat, sedahsyat senyumanmu yang membuatku lesu darah, ujar Meggy Z dalam lagu bertajuk ; Anggur Merah. Meski kontradiktif, namun cukup mewakili tingkat kedahsyatannya.

" Bocah dukuh tah iya" itu juga satu contoh kalimat yang cukup menohok relung hati paling dalam bagi orang- orang dukuh atau pinggiran. Seandainya bisa memilih rasa sakit, maka lebih baik sakit gigi ketimbang sakit hati, lagi - lagi bang Meggy memberikan petuah lewat karyanya berjudul Sakit Gigi.

Begitu mungkin yang dirasakan teman- teman kita di Papua sana. Bagian dari NKRI namun kerap dianaktirikan, diakui tapi tak diperhatikan. Kalaupun memang benar mereka telah tidak menghargai lambang negara kita, tak sepantasnya kita menghina dengan kalimat berbau rasis dan diskriminatif.

Mereka mungkin merasa hidup di negeri sendiri namun bagai hidup di negeri orang. Seperti diungkapkan Meggy Z dalam lagu Anggur Merah ; orang lain berlabuh aku yang tenggelam. Atau bisa juga tergambar pada lagu Terlanjur Basah ; diriku yang kau undang mengapa dia yang datang.

Maka, saat engkau hidangkan cinta yang kalut, sementara tanganmu telah engkau berikan pada orang lain?. Sungguh kamu sangat tega. Sungguh ...Teganya ... teganya ... teganya ....

Jika tak dikehendaki ; untuk apa benang biru kau sulam menjadi kelambu.

Damailah Papua, Damailah Negriku.(wizteguhnugroos)

Jumat, 02 Agustus 2019

Penghasilan Tukang Pepeda itu ngga ada Artinya dibanding Tukang Glepung

Posted by Wizteguh Nugroos on Agustus 02, 2019 with No comments

Cerita Asal - Sembari nonton sepak bola antar kampung, saya iseng ngobrol sama tukang Pepeda Gulung yang menjual dagangannya di pinggir lapangan.

Menurut beliau, dalam satu hari bisa mengantongi keuntungan sampai 50 ribu rupiah. "Dari jam enam pagi sampai siang pulang sekolah," tuturnya.

Jika ada acara atau kegiatan sore hari, ia bisa menambah produksi dagangannya. Seperti saat ini ia menambah jualannya karena ada kegiatan kompetisi sepak bola antar kampung di desanya.

"Tadi siang pulang istirahat, sore hari saya berangkat lagi jualan ke sini," lanjutnya.

Keuntungan yang didapat praktis akan meningkat seiring bertambahnya jumlah produksi Pepeda. Saya pun bertanya, kira- kira berapa keuntungan keseluruhan jika digabung dengan jualan yang sore hari?, ia pun menjawab lumayan.

Namun, katanya yang paling punya banyak keuntungan adalah tukang giling beras sebagai bahan baku Pepeda, tukang Glepung dalam bahasa Gumelaran. Bahan dasar membuat Pepeda selain Tepung Terigu dan Telur, juga ada Tepung Beras/ Glepung Beras.

"Kemarin dalam sehari, tukang glepung beras bisa mengantongi uang sampai 7 juta rupiah," ungkapnya.

Saya pun penasaran, 7 juta bukan nilai yang sedikit untuk ukuran penghasilan di Gumelar, Banyumas, bahkan Nasional. 7 Juta itu kalau  saya tak salah dengar mungkin setara dengan gaji teman- teman saya yang bekerja di luar negeri sana, itupun selama satu bulan. Jika tukang glepung dalam sehari bisa mengantongi hingga 7 juta rupiah, itu namanya luar biasa!.

Saya pun bertanya gumun, "Lho kok bisa kang?".

" Ya bisa saja lah, wong pas saya kemarin mau nggiser glepung, ternyata mesin penggilingnya sudah dijual ke saudaranya, katanya laku 7 juta,"  jawabnya santai.

Saya pun menghela nafas panjang, sambil mengalihkan pandangan ke arena pertandingan, skor sementara sudah 1 - 0 untuk tim berbaju hitam.(wizteguhnugroos)